Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Wara-wiri

Rene Foi

2124
×

Rene Foi

Sebarkan artikel ini
Example 468x60


Pada mulanya adalah pagi, saat mana matahari menyembulkan berkas-berkas kemuning dari kaki langit timur.
Sebentar lagi memasuki siang dan dijemput sang senja. Lalu malam.

Di awal hari yang cerah, dari ruang bertepi di sudut sebuah pantai berhias pasir putih, saya menyapa kawan-kawan dan pembaca dengan Rene Foi.

Rene Foi adalah selamat pagi dalam bahasa Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Sapaan lainnya Rai Foi (selamat siang) atau Foi moi (selamat tinggal).

Pada suatu kesempatan, saya “mengarungi lautan kata-kata”. Sesampainya di sebuah pulau bernama “google”, tertampak bacaan yang sangat membantu.

Saya menemukan bacaan di laman SIL meski saya sudah membaca buku Pater Dr. Jan Boelars MSC berjudul Manusia Irian: Dahulu — Sekarang — Masa Depan tapi belum menemukan padanan yang pas menurut saya.

Lantas terbersit keinginan untuk mengabadikan salah satu kata saja dalam bahasa daerah, meski banyak juga kosakata yang diperoleh dari kawan-kawan semasa kuliah dan kerja di Jayapura. Bahasa itu adalah Sentani.

Awalnya saya berkinginan untuk menamai blog dengan bahasa daerah, atau apapun yang saya kira mudah diucapkan dan tetap terpatri di tiap jejak kaki.

Saya pun berdiskusi dengan seorang kawan dan sahabat rasa kakak. Kaka Yauw Engel Wally.

Dia lalu merekomendasikan kamus bahasa Sentani di playstore dan saya rasa belum cukup menukik pikiran saya.

Lalu saya berdiskusi dengan kakak tingkat sewaktu kuliah. Namanya Ema Suebu.

Dia merekomendasikan kata kakhai (perahu) dan saya mengusulkan ifa (perahu laki-laki) atau kaji (perahu perempuan).

Kemudian kawan semasa kuliah, Ino Yomkondo memberikan beberapa kata bahasa daerah beberapa suku dan sub suku untuk kata perahu di Merauke.

Di antaranya yahun (Malind pantai), Malind Maklew: imo—eh ini kalo tamba huruf T, jadi dah nama saya. Hehe—dan kabathe untuk sub suku Bian, dan beberapa lainnya.

Kenapa terobsesi dengan perahu?
Awalnya saya berencana menamai laman ini dengan nama tumbuhan, sehingga saya harus membaca buku Ekologi Papua untuk mencari inspirasi.

Namun, lagi-lagi belum ada yang menyangkut di pikiran saya.

Di tengah masa pandemi virus corona atau covid-19, sebuah lagu rohani yang selalu berdengung di telinga saya adalah “Bayu Senja”, ciptaan Ferdy Levi.

Lagu ini sering kami bawakan tempo dulu saat koor atau paduan suara di kapela.

Refreinnya kira-kira seperti ini:

“O bayu senja hembusan Sang Ilahi. Bawa bidukku ke tepi yang cerah, pantai umat tebusan.”

Perahu juga sebagai wadah bagi “perantau” yang mengarungi lautan menuju pelabuhan yang cerah—pelabuhan harapan.

Namun, kata-kata perahu seperti dalam bahasa daerah tadi tidak “diterima” google, sehingga hemat saya Rene Foi adalah alternatiif terbaik.

Ini mengandaikan bahwa usai pengembaraan, usai berlayar—melewati angin malam, badai berkecamuk, dan harapan yang nyaris pupus—akan tiba pada pagi hari di pantai berhias pasir putih dan orang-orang yang berjibun sambil mengucapkan selamat pagi (rene foi).

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!