Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Seputar Tanah Papua

MRP hadir guna membela hak masyarakat asli Papua

36
×

MRP hadir guna membela hak masyarakat asli Papua

Sebarkan artikel ini
Example 468x60
Anggota MRP, Yuliten Anouw dan Panus Werimon saat foto bersama BMA Nabire dan DAP Dogiyai (Selasa,22/6/20210 – BumiofiNavandu.

Nabire, BumiofiNavandu – Majelis Rakyat Papua (MRP) Kelompok Kerja Adat melakukan sosialisasi identifikasi hak-hak Adat Orang Asli Papua (OAP). Sosialisasi berlangsung di rumah makan JDF, jalan Semarang Distrik Nabire pada selasa (22/6/21).

Ketua tim kelompok kerja (MPR) wilayah adat Meepago, Yuliten Anouw mengatakan pihaknya mengundang beberapa badan musyawarah adat (BMA) serta dewan adat Papua (DAP) di wilayah ini untuk mengidentifikasikan hak-hak dasar OAP yang mesih terabaikan.

“Karena MPR adalah lembaga kultur masyarakat Papua yang hadir untuk membela hak-hak OAP,” kata Anouw usai pertemuannya dengan para tokoh adat.

Menurutnya, sosialisasi identifikasi hak-hak adat OAP, harusnya merupakan tugas utama anggota MRP periode pertama. Akan tetapi baru dilakukan pada periode ini yang telah memasuki akhir periode.
Namun tidak masalah baginya, sebab terpenting adalah harus dilakukan. Maka identifikasi adalah tentang alam berupa tanah, air, sungai, laut, sumber daya alam. Yang harus diperhatikan oleh pemerintah nantinya. Yaitu harus jelas keberadaan dan peruntukannya.
“Karena selama ini, implementasi dan perhatian Pemerintah terhadap hak-hak adat orang asli Papua belum berjalan dengan baik. Ini menjadi tanggung jawab MRP Provinsi Papua, jadi harus ada satu ketetapan hukum hak-hak adat OAP dan perlu dijalankan oleh Pemprov sesuai amanat UU Otsus,” tuturnya.
Sebab selama ini Dia menilai, hak dasar OAP belum terpenuhi, sering disepelehkan dan dipandang sebelah mata. Misalnya saja, pelaku usaha di bidang pertambangan, yang memasuki wilayah adat OAP tanpa memperhatikan haknya.
“Ini banyak yang terjadi, misalnya di Nabire. ada banak perusahaan tambang, masuk dengan paksa, masyarakat pemilik hak ulayat diabaikan bahkan sering terjadi kekerasan. Saya contohkan di sungai Musairo beberapa Tahun lalu,” ungkap Anouw.
Dia berharap, sosialisasi ini akan menjadi acuan dan masukan bagi MRP, yang nantinya akan dibahas dalam rapat Paripurna. Sehingga menjadi aturan baku dan diterbitkan dalam sebuah dokumen atau buku pedoman tentang hak-hak adat OAP yang harus dijalankan dan dipatuhi.
“Hasilnya harus ada sebuah buka untuk dijalankan oleh semua pihak,” harap Anouw.
Ketua Dewan Adat Papua (DAD) wilayah Kabupaten Dogiyai, Germanus Goo, mengatakan berterima kasih kepada MPR yang terus menyuarakan hak-hak masyarakat adat Orang Papua.
Ia mendukung program lembaga kultur orang Papua ini, demi menyelamatkan Tanah dan manusia asli Papua.
“Karena tanah adalah ciptaan Tuhan dan pekerjanya adalah manusia,” kata Goo.
Dia menilai, saat ini dalam implementasi UU Otsus belum selaras antara Pemerintah dan adat. yakni belum ada komitmen yang jelas dalam mengatur tanah adat di Papua pada umumnya terlebih khusus wilayah Meepago.
Karena itu, Dewan adat Dogiyai mendukung  program MRP untuk mensosialisasikan demi penyelamatan tanah dan manusia Papua. Ia juga meminta kepada Dewan Adat di wilayah Meepago untuk meneruskan program MPR kepada masyarakat sambil menunggu program selanjutnya.
“Selama ada Otsus, belum ada komitmen yang jelas dari pemerintah untuk hak-hak dasar OAP,” ungkap Anouw.
Sekretaris umum badan musyawarah adat (BMA) Suku Wate, Otis Money, berterima kasih kepada MRP yang telah memberikan sosialisasi tentang Identifikasi Hak-Hak Adat OAP. Menurutnya, pada Tahun 1969 orang Wate telah menyerahkan tanah kepada Pemerintah untuk membangun melalui SK 66.
Namun hingga saat ini, orang Wate masih dipanndang sebelah mata dan tidak diperhitungkan dala Pemerintahan di Daerah ini. sebab walaupun dalam SK tersebut dinyatahkan hibah, tetapi setidaknya bisa diperhatikan genersi mudanya untuk diangkat menjadi ASN atau menduduki jabatan penting di Pemerintahan.
“Orang Wate di Nabire masih terbelakang, belum ada perhatian pemerintah yang serius. Padahal tanah sudaah di kasih oleh moyang dulu gratis,” ucap Money.
Menurutnya, perlu diperhatikan oleh Pemkab Nabire agar anak asli suku Wate diberikan ruang dalam meraih pendidikan. mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi.
“Kalau bisa saya usulkan, dalam penerimaan ASN bisa ada keterwakilak orang Wate, atau mungkin Pemkab bisa kuliahkan tiap Tahun satu atau dua orang. artinta ini sebagai perhatian kepada pemilik hak ulayat,” tuturnya.(Red)

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!