Nabire, Bumiofinavandu – Kelompok Kerja (Pokja) Keagamaan Majelis Rakyat Papua (MRP), melakukan sosialisasi tentang larangan miras, Aibon serta narkoba di Nabire. kegiatan tersebut sebagai perwujutan dari visi MRP tentang penyelamatan tanah dan Manusia Asli Papua. sosialisasi berlangsung di dua tempat yakni, aula kampus STAK Wadio dan aula TK Antonius Bumiwonorejo Nabire.
Sosialisasi dihadiri oleh para tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda dan para mahasiswa dan berlangsung selama dua hari yakni 21-22 Juni 2021.
Anggota Pokja Agama MRP, Fransiskus Tekege mengatakan salah satu persoalan dasar saat ini di Tanah Papua adalah kaum muda mudi dan anak-anak yang terjerumus dan mengkonsumsi miras, narkoba dan aibon.
Sehingga, pihaknya merasa perlu untuk dilakukan pendekatan, diberi nasehat, dibina dan dididik secara sungguh-sungguh. Selain itu, perlu sekali meningkatkan sosialisasi untuk kontra produktif yag berarti bahwa hal-hal yang negatif perlu diberantaskan.
“Generasi muda Papua saat ini sudah hancur dan tergantung dengan hal-hal tadi (miras, lem aibon, narkoba). Ini sangat berbahaya untuk masa depan mereka, jadi kita harus putuskan rantai itu,” ujar Tekege dalam sosialisasi di aula TK Anthonius Bumiwonorejo. Selasa (22/06/2021).
Menurutnya, penyelamat generasi muda Papua perlu dilakukan oleh berbagai pihak. Baik MRP, Pemerintah Daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat dan seluruh elemen orang Papua.
“Jadi kami akan terus mengingatkan kaum muda. Tapi tentunya perlu dukungan dan peran serta seluruh pihak untuk memberantas dan menyadarkan mereka kaum muda Papua,” tuturnya.
Hal lain yang diingatkan Petege adalah pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional ke-xx (PON) Tahun 2021 di Tanah Papua sudah dekat. PON merupakan kegiatan besar bersifat Nasional yang mempercayakan Papua sebagai tuan rumah.
Maka orang Papua wajib mensukseskan pelaksanaannya dengan menjaga persatuan, keamanan dan menjamin bahwa sukses dilaksanakan.
“Salah satunya dengan tidak mengkonsumsi miras, tidak narkoba. Kita perlu menjaga nama baik sebagai orang Papua dalam PON nanti,” ungkapnya.
Salah satu tokoh pemuda, Zakeus Petege mengatakan, ketergantungan manusia terhadap narkoba, miras bahkan rokok dipengaruhi oleh kandungan adiktif. Karena kandungan ini akan mempengaruhi aktifitas urat saraf yang menghubungkan otak.
Petege mencontohkan, orang yang mengonsumsi miras, ketika berhadapan dengan mobil didepannya, maka peringatan akan bahaya saat itu lamban. Karena saraf sensoris lamban mentransfernya ke otak. Contoh lainnya seperti keributan, seks bebas dan pencurian saat mabuk artinya bahwa orang sudah tahu akan resikonya. Tapi karena adanya sat adikatif, sehingga memory otaknya lambat bereaksi.
“Termasuk akan berpengaruh kepada pelajar dan mahasiswa, otaknya akan lambat berpikir dan susah mengerjakan ulangan,” kata Petege.
Petege menghimbau kepada para pemuda untuk tidak lagi memiliki ketergantungan terhadap miras dan obat-obat terlarang. Sebab, tetunnya akan merugikan diri sendiri dan orang lain.
”Kalau bisa saya minta, anak muda jangan sampai terus mengkonsumsi miras dan narkoba. Kasihan masa depan, orang tua berjuang cari uang, kalian habiskan untuk hal tidak bermanfaat,” pesannya.
Ketua Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAK) Nabire, Pendeta Yance Nawipa, mengungkapkan, sebagai akademisi dan hamba Tuhan. Maka perlu digaris bawahi sosialisasi ini adalah tentang UU Miras dan Narkoba. Sehingga perlu dipertegas dasar hukumnya. Perlu juga ada evaluasi diseluruh bidang kehidupan manusia. Baik kaitan dengan kesehatan gangguan psikologis dan iman.
“Sehingga UUnya harus dicantumkan berbagai unsur, baik yang berhubugan dengan kesehatan, dan faktor manusianya, termasuk psikologinya. Jadi jangan hanya penegakkan hukum saja,” ungkap Pendeta Yance.(Red)