Jayapura, Bumiofinavandu – PT. Pusaka Agro Lestari (PAL) telah dinyatakan Pailit. Keputusan tersebut tertanggal 06 Oktober 2021 silam. Ketetapan itu merujuk pada putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No 41.pdt.Sus-pailit/2021/PN Niaga Jakarta Pusat.
PT PAL, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan yang berdiri 9 Juli 2004. Perusahaan ini sebelumnya sempat membuka kebun sawit di wilayah Mimika Papua dan berkantor di Pondok Indah Office Tower 3 Jalan Sultan Iskandar Muda, Pondok Indah, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.
Menurut Legislator Papua, John NR Gobai, usai ditetapkan pailit, lalu datanglah PT Karya Bela Vita (KBV) yang menduduki lahan tersebut. Namun masyarakat setempat (masyarakat Kiura dan Iwaka) meminta agar tanah atau lahannya dikembalikan.
“Masyarakat Mimika dari Kuira dan Iwaka minta minta tanahnya dikembalikan,” tutur Gogai melalui selulernya, Sabtu (14.10/2023).
Pada Tahun 2008 silam, Pemprov Papua dan Pemkab Mimika telah mengeluarkan izin sawit kepada PT. PAL di Mimika. Sebelumnya, Pemkab Mimika mengeluarkan izin prinsip lokasi, namun sekarang perusahan itu sudah mundur mundur akibat putusan pengadilan niaga. Sementara perkebunan sawit yang telah di buka tersebut sudah merusak lingkungan.
“Dan smentara Pemerintah melelang lahan tersebut. Dan kini kebun kelapa sawit di Kabupaten Mimika resmi dikelola PT. KBV, setelah menang atas lelang yang dilakukan secara terbuka oleh tim kurator yang ditunjuk langsung Pengadilan Niaga Jakarta,” ungkap Gobai.
Ia menjelaskan, diketahui kebun kelapa sawit tersebut berada di Distrik Kuala Kencana dan Distrik Iwaka. PT. PAL mengelola lahan tersebut sejak tahun 2016. Lahan yang dikelola sebanyak 38.000 ribu hektar. Dan baru dibuka 8000 hektar.
Kini, masyarakat berharap agar perusahaan mengembalikan tanah/lahan seluas 30.000 hektar.
“Maka Pemprov Papua dan Pemkab Mimika jangan lepas tanggung jawab. Dan mesti bertanggung jawab untuk mediasi masyarakat dan pengusaha,” jelasnya.
Dia mengungkapkan, setelah sekian lama membabat hutan dalam rangka land clearing atau membersihkan lahan. PT. PAL dengan mudahnya menyatakan dirinya pailit melalui pengadilan, tentu sesuai dengan undang-undang kepailitan.
Namun PT PAL jangan juga lupa dan seenaknya melepas tanggung jawab lalu meninggalkan masalah bagi masyarakat. Sebab masyarakat hanya dapat hidup dari hutannya. Yakni hasil hutan seperti dari sagu dan sebagainya.
“Kalau ditelusuri dari website dari PT PAL , ternyata perusahaan ini (PAL) berada di dalam grup perusahaan bersama Noble. Sehingga apa yang menjadi persoalan yang terjadi di Kiura dan Iwaka, mestinya menjadi tanggung jawab dari grup perusahaan tersebut dan pemkab setempat.
Lanjutnya, jika dipikir secara logika akan kurang masuk akal andai perusahaan menyatakan rugi karena di telah membabat hutan yang tidak sedikit dengan kayu. Pertanyaannya, kayu-kayu tersebut dikemanakan? Apakah tidak dijual dengan harga yang sesuai dengan harga dunia untuk ukuran kayu-kayu merbau dan yang lain-lainnya?
Dan yang perlu dipertanyakan juga adalah undang-undang kepailitan ini dahulu disusun dalam rangka melindungi siapa? Apakah melindungi perusahaan untuk menghindari kewajiban mereka terhadap karyawan dan terhadap masyarakat sekitar yang kehilangan tanahnya? Kemudian menjadi sebuah persoalan yang harus dapat dipikirkan untuk dapat melakukan revisi atau mencabut undang-undang kepailitan.
“Pemerintah Pusat, Pemprov Papua dan Pemkab Mimika, adalah pemberi izin. Sehingga bersama perusahaan harus bertanggung jawab atas permasalahan masyarakat Kiyura dan Iwaka di Mimika, Papua Tengah. Caranya dengan memediasi masyarakat dan perusahaan baik PT PAL maupun PT Karya Bela Vita guna menjawab tuntutan masyarakat,’ pungkasnya.
[*]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Bumiofinavandu.com”, caranya klik link https://t.me/wartabumiofinabirepapuatengah lalu join. Jangan lupa install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.