![]() |
Ilustrasi. Metu Debi, salah satu tempat bersejarah di Kota Jayapura, ibu kota Provinsi Papua – Foto/Engel Wally |
Ibu bumi kita Papua telah hancur. Hampir setiap saat ia mengeluarkan ratap tangis, karena penderitaan yang harus ia tanggung. Bencana ekologis semacam pemanasan global, kebakaran hutan, banjir, kabut asap, dan berbagai penyakit ekologis adalah bukti yang tidak terbantahkan dari penderitaan ibu bumi kita Papua.
Ibu bumi kita Papua mengeluh, tetapi tidak ada orang yang mendengar keluhannya. Ibu bumi kita Papua menangis, tetapi tidak ada orang yang peduli dengan tangisannya.
Lantas ia berontak, semua terkejut, tetapi sudah terlambat. Hari kiamat ibu bumi kita Papua telah tiba, mencabut dan menebang, merenggut, dan merebut kehidupan menuju kematian dalam liang lahat kandungan ibu bumi kita Papua.
Siapa yang salah?
Mulut kita dengan bangganya berteriak, pengetahuan adalah kekuasaan untuk mendominasi alam kita Papua. Kita yang hidup di tanah Papua ini mesti tunduk pada alam Papua, mempelajari tata hukum alam Papua.
Teknologi harus dikembangkan agar ibu bumi kita Papua dan semua kekayaan alam Papua yang terkandung di dalamnya dapat dikuasai dan dipergunakan demi sebesar-besarnya kemakmuran manusia.
Sekarang manusia tidak tunduk lagi pada ibu bumi kita Papua, sebab ibu bumi kita Papua telah berhasil dikuasai oleh kabut asap, kekeringan air, banjir, kepanasan, dan kebakaran hutan.
Sebaliknya, ibu bumi kita Papua harus tunduk pada manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengobok-obok isi perut ibu bumi kita Papua, mencabik dan menghancurkan apa saja yang terkandung di dalamnya.
Puncaknya ada dalam mentalitas manusia zaman ini. Kapitalisme industri dan ekonomi pasar bebas adalah struktur yang diciptakan manusia untuk mengeksploitasi ibu bumi kita Papua habis-habisan dan tanpa batas.
Individualisme, konsumerisme, dan hedonisme adalah gaya hidup yang melahirkan gelombang penghancuran ibu bumi kita Papua besar-besaran dan tanpa belas kasihan.
Lalu semuanya matang dalam perselingkuhan birokrat dan kapitalis ekonomi global, penguasa dan para investor yang rakus dan tamak. Masih atas nama kesejahteraan manusia, hutan dilelang kepada para pembalak, isi perut ibu bumi kita Papua digadai kepada para pengeruk.
Kalau ada yang menentang, berbagai peraturan dikeluarkan untuk melapangkan jalan bagi para penjarah ibu bumi kita Papua. Sungguh birokrat dan para investor kapitalis, secara sistematis dan legal, telah merancang berbagai kebijakan pembunuhan terhadap ibu bumi kita Papua.
Karena itu, harap jangan lekas percaya kalau penguasa mau menyelamatkan hutan apalagi menyelamatkan ibu bumi kita Papua. Ingat apa yang pernah dikatakan SBY saat menjadi presiden terkait Peraturan Pemerintah 2/2008, tujuannya baik agar hutan kita semakin selamat, di satu sisi mendatangkan penerimaan negara untuk ekonomi, untuk kesejahteraan. Di sisi lain untuk menyelamatkan bumi kita.
Alih-alih menyelamatkan bumi, pemerintah telah melegalkan pembunuhan terhadap bumi termasuk ibu bumi kita Papua. Ingat juga kasus lolosnya surat izin tambang PT Freeport RI di Timika dan perusahaan kelapa sawit di seluruh tanah kita Papua ini.
Selamatkan bumi Papua
Waktunya sudah dekat, bapak ibu bumi kita Papua sudah di ujung tangan kamatian. Maka bertobatlah sebab dooms day telah tiba. Karena itu, jejakilah jalan-jalan di bawah ini:
Mulailah dengan transformasi spiritual. Sadar dan akuilah bahwa kehancuran ibu bumi kita Papua adalah kristalisasi dan wujud dari sikap kita yang tidak bertanggung jawab. Lalu kita semua dipanggil untuk segera mengadakan transformasi spiritual, memperbaharui dan mengubah pola pikir, paradigma tentang ibu bumi kita Papua.
Kesejahteraan antroposentris mesti diubah dengan pola pikir kosmik-universal. Dengan rendah hati kita harus tunduk dan taat hormat, berbagi hidup dan kasih sayang dengan ibu bumi kita Papua, menjaga dan merawatnya.
Lakukanlah pertobatan ekologis. Tobat pertama-tama berarti mengakui bahwa pola pikir dan tindakan kita telah melawan dan menghancurkan alam Papua ini.
Kita berdosa terhadap Tuhan Pencipta karena tidak bertanggung jawab terhadap tugas kita sebagai kearifan-Nya di ibu bumi kita Papua. Kita berdosa terhadap sesama terutama mereka yang menjadi korban akibat tindakan destruktif kita terhadap lingkungan hidup.
Lantas kita berbalik dan menjadikan bumi kita Papua sebagai ibu yang menyusui kita, saudari kita, dan sahabat kita yang tidak terpisahkan dari hidup kita.
Ubahlah cara bertindak kita terhadap ibu bumi kita Papua. Kita hendaknya tidak lagi tampil sebagai pencuri dan pembalak hutan, pengeruk dan penghancur perut ibu bumi kita Papua.
Kita dipanggil untuk hidup lebih sederhana, meninggalkan pola hidup hedonisme dan konsumerisme berlebihan, saling berbagi kehidupan demi solidaritas terhadap ibu bumi kita Papua. Menjadi pribadi-pribadi yang menjaga, merawat, melestarikan hutan, dan menjadi penyayang setiap bentuk kehidupan adalah tindakan untuk menyelamatkan masa depan ibu bumi kita Papua.
Lalu bekerjalah untuk ibu bumi kita Papua. Duduk bersama untuk merefleksikan, memikirkan, merancang strategi, dan terlibat aktif dalam aksi konkrit adalah cara kita membebaskan ibu bumi kita Papua ini dari kehancuran masif dan kronis.
Warta kenabian adalah fungsi profetis ekologis yang harus kita serukan setiap saat. Kita mesti berani melakukan kritik terhadap pemerintah bahkan menolak berbagai kebijakan dan tindakan publik, politik sosial, dan ekonomi yang menghancurkan ibu bumi kita Papua. Bekerja sama dan bergabunglah dengan berbagai komunitas dan institusi yang memiliki keberpihakan terhadap ibu bumi kita Papua.
Akhirnya, kepada kita semua ibu bumi Papua berseru, berhentilah mengatur keinginan yang tidak berpihak pada keselamatan ibu bumi kita Papua. Kepada kita semua, ibu bumi kita Papua berteriak. Hentikanlah keserakahanmu padaku, jangan lagi ikut terpengaruh globalisasi untuk meloloskan ketamakanmu. Dan kepada rakyat kecil ia bertutur, hiduplah hemat dalam kearifan lokalmu, lalu rawat dan lindungilah ibu bumi kita Papua.
Kalau ada orang yang nekad menjual ibu bumi kita Papua, mengobok-obok, dan menghancurkan tubuh ibu bumi kita Papua lawan dan usirlah dengan iman yang teguh. Kerena iman yang bisa merangkul ibu bumi kita Papua.(Red, De Lomes) [
Penulis: RP Edy Doga OFM, Staf SKPKC, Fransiskan Papua