Nabire, Bumiofi-Navandu.Id – Gereja Katolik Katolik Kristus Sahabat Kita (KSK) Nabire telah menyelenggarakan ibadah di Gereja sesuai dengan pelonggaran aktifitas oleh Pemerintah Daerah. Namun tidak serta – merta seluruh kegiatan lainnya dilaksanakan oleh Gereja seperti pernikahan ikut dilangsungkan.
Pastor Paroki Kristus Sahabat Kita (KSK) Nabire, Romo Yohanes Agus Setiyono, SJ, di Nabire, Rabu (17/06/2020), mengatakan sesuai dengan pelonggaran aktifitas oleh Pemerintah, maka Gereja telah melaksanakan ibadah yang diikuti oleh umat. Namun ada beberapa poin yang belum dilaksanakan sepenuhnya.
“Seperti pelayanan pernikahan dan ibadah di setiap wilayah (kring), permandian dan komuni (penerimaan sakramen bagi pemuda/I Katolik),” kata Romo Agus.
Menurutnya, bila ada perkinahan misalkan dilaksanakan maka tentu merupakan hal yang mendesak sehingga perlu ditindaklanjuti. Tetapi dengan syarat harus mendapatkan izin dari pejabat yang berwewenang, termasuk harus ada pemberitahuan ke Keuskupan.
“Misalnya, nikah karena yang bersangkutan adalah ASN, TNI/Polri, karena kepentingan persyaratan kepegawaian. Maka sebelum dilaksanakan, perlu ada pemberitahuan ke Keuskupan dengan surat permohonan dari pasangan yang hendak menikah dan mengetahui Pastor Paroki,” Tuturnya.
Lanjutnya, andai ada pernikahan yang mendadak karena alasan tertertu tadi, maka pihak Gereja jangan sampai mengabaikan dan lupa menerapkan protokol kesehatan dalam masa penanggulangan pandemi.
Selain ditiadakan pernikahan, ibadah yang biasanya dilaksanakan di wilayah atau kring masing – masing juga belum di izinkan sama sekali oleh Gereja Katolik. Kecuali ada hal lain yang mendesak seperti orang meninggal dan hal khusus lain, tentu akan dibolehkan.
“Jadi pada intinya pernikahan dan ibadah kring belum sama sekali diizinkan. Kecuali tadi, ada hal mendesak tapi jangan lupa prosedur,” ujar Romo Agus.
Ibadah ditengah masa pandemi sebagian besar sesuai protokoler kesehatan telah dilaksanakan. misalnya Gereja KSK telah melaksanakan peribadahtan menjadi tiga kali pelaksanaan pada hari minggu. Yaitu misa jam 07.00, misa jam 09.00 dan misa pada pukul 17.00 (sore).
Suasanan terasa tertib dan hikmat dengan protokol yang diterapkan. Misalnya jumlah orang ikut beribadah, penggunaan masker, jaga jarak, sehingga lebih terasa hikmat.
“Tapi yang belum sesuai itu adalah bahwa terdapat beberapa umat yang masih belum resisten (sepaham) tentang protokol ini. misalnya, tidak menggunakan masker. Ini ada satu dua orang dan katanya mereka tidak terbiasa,” papar Romo sapaan akrabnya.
Untuk itu, evaluasi dari para imam adalah bahwa melalui protokoler yang dilaksanakan di Gereja menular ketika umat berada ditempat umum, untuk selalu menggunakan masker, menjaga jarak dan sadar akan kesadaran akan bahwa virus.
“sehingga kita harus secara bersama – sama mengantisipasi terjadinya penyebaran virus demi kebaikan bersama,” pungkasnya.
Ada umat yang merasa kerinduannya terobati setelah hamper dua bulan tak ada misa di Gereja. Sehingga, baginya, belum terlaksananya ibadah kring, pernikanan dan ibadah lainnya tak menjadi soal mengingat saat ini memang belum bisa dipaksakan begitu saja.
“Persoalan lain kalau memang belum terlaksana, tidak dipersoalkan. Tapi kerinduan beribadah di Gereja setidaknya sudah bisa terjawab,” ujar Sri, umat kring Santo Thomas. Kelurahan Morgo ini.(Red)