![]() |
Penyalaan lilin Natal oleh kepala suku Wate, Alex Raiki – Bumiofinavandu. |
Nabire, Bumiofinavandu – Suku besar Wate Kabupaten Nabire merayakan Natal suku di Kampung Waharia, Distrik Teluk Kimi pada 30 Desember 2020, tepatnya di Gereja Kristen Indonesia (GKI) di tanah Papua Jemaat Talitakum Klasis Nabire Timur.
Tema yang diangkat dalam perayaan ini adalah ‘Dan Mereka akan menamakan-Nya Imanuel’ dan Sub Tema ‘melalui Natal, suku Wate menjadi dewasa dan mandiri’.
Pantua Hugo Karubaba, dalam khotbahnya, kelahiran Yesus sudah dinubuatkan sejak berabad-abad lamanya. Yang artinya bahwa kelahiran sang juru selamat sudah disampaikan oleh para nabi, bahwa akan datang seorang yang akan dinamai Emanuel yang artinya Allah beserta kita.
Menurutnya, tujuh ratus tahun sebelumnya, nabi Yesaya telah meramalkan kelahiran Mesias yang dijanjikan oleh seorang perawan. Ia bernubuat bahwa nama-Nya adalah Imanuel, yang berarti “Allah menyertai kita.” Dengan mengutip kata-kata Yesaya, artinya Matius mengenali Yesus sebagai Imanuel. Nama Imanuel menyatakan mujizat Inkarnasi: Yesus adalah Allah beserta kita! Allah selalu bersama dengan umat-Nya – baik dalam tiang awan di atas tabernakel, melalui suara nabinya, dan pada tabut perjanjian – namun kehadiran Allah tidak pernah lebih dekat pada umat-Nya dibanding dalam Yesus, Putra-Nya yang lahir dari perawan, Mesias Israel.
“Ini sebelum Yesus lahir, sudah diramalkan, dan hal itu telah terjadi,” tutur Hugo.
Maka Yesus bukan hanya Allah beserta kita, tetapi juga Allah di dalam kita. Allah datang dan mendiami kita melalui Yesus Kristus ketika kita lahir baru. “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Galatia 2:20).
Dan Yesus bukan Allah yang menyertai kita untuk sementara tetapi selamanya. Allah Putra, yang tidak pernah berhenti bersifat ilahi, mengenakan kodrat insani dan menjadi ‘Allah beserta kita’ untuk selamanya.
“Pertanyaannya, setiap Tahun kita rayakan Natal, lalu apakah kita sudah melalukan perubahan, menerima kedatangannya, maka apa yang kita lakukan dalam hidup bermasyarakat, marinkita renungkan dalam diri kita masing-masing,” imbuhnya.
Kepala Suku Wate Kabupaten Nabire, Alex Raiki, mengajak kepada seluruh warganya agar melakukan perubahan total, baik melakukan, tata Krama dan cara hidup berdampingan antara sesama.
Perubahan yang dikehendaki adalah dimulai diri sendiri setiap orang Wate, dalam keluarga, lingkungan, kampung dan dengan suku dan masyarakat lainnya.
“Kita harus berubah dari Tahun lama,” ujar Raiki.
Menurutnya, hari raya natal selalu dipahami sebagai hari kemewahan. Misalnya, baju baru dan enak dan sebagainya, tetapi perlu dibatasi agar tidak terkesan glamor. Sebab perayaan natal adalah bagian dari iman, melalui sikap dan perbuatan terhadap orang lain.
“Maka kita Merawat toleransi, tutur kata, Dan setiap orang harus kembangkan kesadaran bersama. Baik kepada keluarga, lingkungan, kampung, suku lain, agama lain di Nabire,” tuturnya.
Ketua Panitia, Melvin Monei menambahkan, perayaan Natal suku Wate sesuai rencana awal di Kampung Sima Distrik Yaur dibatalkan lantaran satu dan lain hal. Sehingga, panitia mengalihkan ke pelaksanaannya ke Jemaat Talitakum Gereja Kristen Indonesia (GKI) Tanah Papua, Klasis Nabire Timur Kampung Waharia Distrik Teluk Kimi. Kemudian sesuai rencana awal bahwa pelaksanaannya pada (28/12) juga diundur ke (30/12).
Dan semua suku Wate yang tersebar di 10 kampung dari Totoberi (Distrik Wapoga, bagian timur Nabire_ hingga bagian barat telah hadir dalam perayaan Natal ini. Dan ibadah bersifat okumene sebab suku Wate terdiri dari beberapa dediminasi gereja.
“Rencana awal pelaksanaan di Kampung Sima, tapi karena ada pertimbangan lain maka dialihkan di Kampung Waharia,” tambah Monei.(Red)