Nabire, Bumiofinavandu – Ratusan Masyarakat adat dari enam Suku pesisir dan Kepulauan, serta empat Kerukunan di Nabire, Papua, melakukan penandatangan petisi “Nabire bukan Meepago”, di pantai Nabire, pada Rabu (16/02/2022).
Penandatangani petisi itu, berlangsung dua hari sejak Rabu 16-Kamis 17/2022. Yang ditandatangani diatas kain putih dua lembar dengan panjang 50 meter.
Mereka diantaranya, Suku Wate, Suku Umari, Suku Gua/Napan, Suku Yerisiam, Suku Moora dan Suku Yaur Hegure. Serta didukung oleh empat kerukunan masyarakat Saireri yang tinggal dan besar di Nabire, seperti; Kerukunan Biak, Kerukunan Waropen, Kerukunan Yapen dan Kerukunan Teluk Wondama.
Koordinator aksi, Yohanis Wanaha mengatakan, keenam Suku dan empat kerukunan di Nabire telah menyampaikan keberatan dan menolak rencana Provinsi Papua Tengah. Penolakan tersebut telah disampaikan dalam beberapa pertemuan, misalnya di Sanoba dan pertemuan dengan Komisi A DPRD Nabire belum lama ini.
“Kami sudah bersepakat untuk menolak pemekaran,” ujar Wanaha usai aksi itu.
Kesepakatan berikut kata Dia, adalah bersama enam suku dan empat kerukunan bahwa perlu disadari “Nabire bukan bagian dari wilayah adat Meepago”. Seperti selama ini disampaikan dalam berbagai kegiatan ataupun di tengah masyarakat.
Sebab perlu digaris bawahi bahwa Nabire adalah bagian dari wilayah adat Saireri. Yang sesuai dengan kultur budaya, berbeda dengan saudara-saudara dari wilayah adat Meepago.
“Kami mohon agar aspirasi ini dapat direspon oleh Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Nabire. Sehingga dapat mengkaji ulang pemetaan pemekaran Provinsi Papua Tengah, dalam menempatkan atau menggabungkan wilayah-wilayah kultur sesuai budaya masing-masing. Hal ini agar tidak mengorbankan salah satu kultur budaya dari wilayah lain,” kata Dia.
Menurut Kepala Sub Suku Wate Kampung Oyehe ini, bahwa pihaknya juga telah menghadiri undangan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan menyampaikan aspirasi yang sedang dijalankan, termasuk penandatanganan petisi Rabu-Kamis (16-17) Februari.
Aspirasi dan penandatanganan petisi ini setelah disampaikan ke DPRD Nabire. Juga akan disampaikan kepada Gubernur Papua, MRP, DPRD, Presiden, DPR RI Komisi II serta Kementerian Dalam Negeri.
“Kamis (17/02). setelah penandatanganan hari kedua, hasilnya akan kami bawah dengan pernyataan yang sudah disiapkan dan menuju ke DPRD Nabire. Jadi intinya adalah Meepago harus keluar dari Nabire. Jadi pemekaran Provinsi Papua Tengah tolong segera dikaji ulang,” tuturnya.
Iwan, salah satu penandatanganan petisi menjelaskan, bahwa peta Topografi menggambarkan letak geografis. Dari sinilah akan memberikan gambaran letak dari suatu Kabupaten, termasuk Kabupaten Nabire.
Sebab di Kabupaten Nabire, dari radius pesisir teluk sudah otomatis berbeda dengan hubungan budaya-budaya dan adat istiadat dari daerah pegunungan.
“Jadi kita tidak bisa bicara tentang kajian yang sudah dipakai dari Belanda. Sebab saat ini faktanya berbeda, Nabire tersingkirkan,” pungkasnya.(*)