Nabire, Bumiofinavandu – Dua anggota Majelis Rakyat Papua dari Provinsi Papua yakni Orpa Nari dan Benny Sweni batal dilantik oleh Wamendagri John Wempi Wetipo dalam keanggotaan periode 2023 – 3028. Hal tersebut menuai ragam tanggapan dari berbagai pihak, salah satu dari civitas academisi Uswim Nabire, Petrus Tekege. Dia menilai, hal ini menandakan bahwa tindakan pemerintah berlebihan dan tidak obyektif.
Sehingga perlu dilihat dari kacamata hukum dan hak asasi. Dari aspek hukum, MRP dipilih melalui suatu proses dan mekanisme yang cukup memakan waktu. Yakni ada proses demokrasi yang dilakukan oleh masyarakat bawah melalui lembaga-lembaga adat.
“Tentunya sudah melalui tahapan-tahapan tertentu sesuai dengan mekanisme pemilihan yang berlaku,” ujar Tekege melalui sambungan selulernya, Jumat (10/11/2023).
Menurutnya, jika terjadi penolakan maka bukan sekarang saatnya, apalagi tinggal melalui proses pelantikan. Seharusnya disampaikan dari awal perekrutan bahwa ada kriteria dan ketentuan tertentu yang ditentukan oleh pemerintah pusat sebelumnya, bahwa pernah menolak peemekaran, yang artinya kedua anggota yang ditolak sudah benar menurut hukum, mengingat ada aturannya.
Jika ini hanya merupakan pemikiran dan konsep dari pejabat tertentu dalam hal ini Wamendagri JWW, maka ini artinya JWW mencederai kedaulatan rakyat. Sebab kalau keduanya pernah menolak pemekaran, maka sebenarnya itu bagian dari kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagaimana diatur dlm pasal 28 dan 28 e ayat 3 UUD 1945, yang kemudian diatur dalam UU Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
“Kan proses pemilihannya sudah selesai dan melalui mekanisme sebagaimana mestinya. Karena dalam UU Otsus pasal 1 ayat 8 mengatakan bahwa MRP adalah OAP. Pertanyaanya, apakah mereka dua ini non OAP? Atau seperti apa?,” tuturnya.
Dijelaskan Tekege, penolakan atau pembatalan dalam pelantikan tersebut telah menyalahi mekanisme formal sebagaimana diatur dalam PP NO.54 THN 2004, tentang MRP dan peraturan menteri dalam negeri nomor 5 tahun 2023. Tentang Penjaringan Aspirasi Masyarakat Pada Masa Reses oleh Anggota dewan perwakilan rakyat papua dan dewan perwakilan rakyat papua barat sisa masa jabatan 2019-2024 pasca pemekaran wilayah di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Orpa Nari dan Benny Sweni dalam penolakan UU Otsus dinilai Petege, mengharapkan agar proses perubahan. Atau proses pemekaran yang dilakukan pemerintah, merupakan bagian dari aspirasi bahwa setiap warga Negara mempunyai hak menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang”.
“Maka jangan dilihat hal itu sebagai suatu kesimpulan dan mengganjal kedua orang itu [Orpa Nari dan Benny Sweni] untuk duduk dalam keanggotaan MRP di Provinsi Papua. Ini pelanggaran dari sini hukumnya,” jelas Tekege.
Lalu dari sisi hak asasi manusia, ungkap Tekege, semua warga Negara mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam hak sipil dan politik, sosial dan budaya. Sehingga penolakan pelantikan Orpa Nari dan Benny Sweni, tindakan pemerintah yang jelas-jelas melanggar hak sipil dan politik keduanya.
Maka tidaklah wajar jika seorang menteri menolak anggota yang terpilih untuk dilantik sebagai anggota MRP. Maka Negara harus bertindak untuk melakukan sesuatu, sebab ini Negara hukum dan Negara demokrasi. Karena itu, dalam perspektif demokrasi dalam pendapat keduanya terkait penolakan Otsus, ini sebenarnya sah-sah saja dan tidak melanggar aturan.
“ Wamen ini mencederai kedaulatan rakyat. Sebab rakyatlah yang berdaulat, bukan pemerintah apalagi individu-individu atas nama Negara dalam menyampaikan hal-hal yang sebenarnya tidak boleh dilakukan. Kenapa sekarang baru ditolak, harusnya sejak awal rekrutmennya,” pungkas Tekege.
Sebelumnya, Wakil Menteri Dalam Negeri, JWW menolak untuk melantik Orpa Nari dan Benny Sweny dalam keanggotaan MRP Papua periode 2023-2028.
Melansir media Seputarpapua.com JWW menduga bahwa kedua oknum tersebut terlibat dalam kelompok penolak Otonomi Khusus tahun 2022 saat keduanya masih berstatus anggota MRP.
“Untuk keduanya tidak akan dilantik karena mereka berdua terlibat dalam proses penolakan Otsus tahun lalu,” kata Wempi Wetipo di Kota Jayapura, Selasa (07/11/2023).[*]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Bumiofinavandu.com”, caranya klik link https://t.me/wartabumiofinabirepapuatengah lalu join. Jangan lupa install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.