Tiba-tiba anak saya yang pertama Faustine mengajak jalan-jalan. dan sontak mengiyakan.
Saya mengiyakan sebab hampir jarang keluar rumah. Mereka berdua butuh suasana hati yang riang karena lebih banyak waktu di rumah. Ditambah lagi Faustine yang mungkin saja jenuh dengan tugas sekolahnya saban hari. Ya, mereka utuh angina segar.
Sore itu kami hanya bertiga di rumah, sedangkan mamanya dengan ada urusan. Anak pertama ‘Faustine’ dan adiknya ‘Florense’. Nama kedua anak saya memang tulisannya seperti itu, bukan Faustina atau Florensia.
Singkat cerita, dengan kuda hijau berplat merah itu kami menelusuri beberapa jalan di pusat Kota Nabire. Dari Kota lama menuju jalan Merdeka, selepas dari sana ke jalan R.E Mrthadinata.
Baliknya bingung mau kemana lagi. Tidak ada tempat ngongkrong yang kira-kira pas untuk kami bertiga sore ini. Terpaksa, satu-satunya adalah menuju ke Pantai Nabire.
Padahal sempat terlintas untuk mampir di Jalan Pepera, sekedar menikmati sore yang begitu sejuk. Namun niat itu urung lantaran khawatir anak saya yang kecil. Dia sedikit aktif dan perlu diawasi ketat bila diluar rumah.
Si kuda hijau kemudian menghantar kami bertiga ke Pantai Nabire. Pantai Nabire, ini adalah satu-satunya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kabupaten Nabire. Sebelumnya nama Pantai ini oleh Warga Nabire adalah Pantai MAFF, karena di sana ada salah satu maskapai. Namun sebenarnya Pantai Nabire memiliki nama asli sesuai penduduk asli disini. (Kita akan bahas di lain waktu).
Di Pantai Nabire sore ramai dikunjungi warga di Kota ini. keramaian di sana bukan hanya di sore hari, namun pastinya sejak pagi hingga malam harinya.
Di sini ada pedagang kaki lima yang berjualan bakso, es kelapa muda, es buah. Ada juga pedagang cilimilan (sebut saja begitu). Penjual pentol, jagung bakar, roti bakar, dan aneka makanan ringan (cimilan) lainnya.
Bukan saja itu. disana (Pantai Nabire) juga tersediah berbagai mainan untuk anak yang disewakan. ada odong-odong, mobil mobil remote, motor anak-anak, mandi bola, mancing dan lainnya.
Para pedagang dan penyedia mainan akan beraktifitas di siang hingga malam hari. atau tepatnya pukul 15.00 – 21.00 WIT.
Tentu ini gegara dari pagi hingga siang ada aktifitas lain yaitu pintu masuk keluar pesawat di lapangan terbang Nabire. Sehingga jalur iniharus steriil.
Pantai Nabire inilah satu-satunya tempat yang boleh dibilang untuk hiburan masyarakat Nabire disaat sore hari. Ya, karena tidak ada tempat lain lagi.
Bertiga lalu menghampiri tempat jualan roti bakar langganan. penjual yang merupakan suami istri ini sudah sangat dekat dengan keluargaku.
Kami sering mampir di sana namun ini baru datang lagi setelah beberapa bulan jarang keluar rumah lantaran ingin mengurangi jalan-jalan karena covid-19.
Kedua anakky kemudian menikmati pesan. Ia an roti bakar. Saya sendiri menikmati segelas kopi luak yang disuguhkan oleh pemilik jualan. Ia sudah tahu apa seleraku bila mampir.
Dalam menikmati suasanya sore itu, tiba-tiba ingaku akan sesuatu yang pernah disampaikan seorang senior atau kakak.
“Nabire harus ada alun-alun Kota, atau RTH lain. kalau Pantai Nabire saja orang bosan, tapi apa mau dikata,” ungkap Kurios B. Duwiri suatu saat.
Oh ya, Kurios ini adalah Sekretaris Suku Wate untuk Kampung Oyehe. dia sudah ku anggap KK sekaligus teman rasa saudara. walaupun Dia belum mengganggap sebaliknya. hehehehe… hanya bercanda.
Pemikiran penambahan RTH lain datang dari Sekretaris Suku Wate Kabupaten Nabire, Otis Monei yang juga menjabat sebagai Kepala Distrik Wanggar, Kabupaten Nabire-Papua.
Melansir dari Jubi.co.id, Monei mengatakan akan membenahi struktur dan manajamen kantor yang baru sekitar sebulan dipimpinnya serta membangun alun-alun kota dan pasar daging.
“Sebaggai pejabat yang baru saja mengemban amanah di sini, ada beberapa program kerja yang sedang kami rancang, antara lain membenahi struktur dan manajamen kantor serta membangun alun-alun kota dan pasar daging,” jelas Otis Monei, di Nabire-Papua, Kamis (6/8/2020) kalah itu baru menjabat beberapa bulan.
Terkait pembangunan alun-alun, Monei mengatakan Distrik Wangar memiliki potensi yang sangat besar di berbagai bidang, baik di pertanian, ekonomi, maupun pariwisata. Untuk itu, pihaknya sedang merencanakan membangun alun-alun di salah satu titik di Distrik Wanggar, yaitu di lokasi bekas pasar yang sekarang sudah tidak digunakan. Tempat itu akan dijadikan sebagai ruang publik.
“Untuk (rencana pembangunan) alun-alun ini, kami sedang menghitung besaran dana yang dibutuhkan. (Pembangunan) akan melibatkan semua potensi yang ada di wilayah ini, dan akan kami koordinasikan dengan pimpinan daerah,” jelasnya.
Nah, kembali pada cerita awal bahwa sesampainya di sana. bertiga lalu menghampiri tempat jualan roti bakar. penjual yang merupakan suami istri ini sudah sangat dekat dengan keluargaku.
Kami sering mampir di sana namun ini baru datang lagi setelah beberapa bulan jarang keluar rumah lantaran ingin mengurangi jalan-jalan karena covid-19.
Intinya. Dalam menikmati suasana di sore ini, harus diakui bahwa perlu ada tambahan RTH ataupun alun-alun Kota di Nabire. Ya, itu saja dan salam.(*)
#September, 03/09
Titus Ruban